Kamis, 11 Agustus 2011

ketidakberdayaan


“pagi itu, ya sekitar pukul 10.00 anak perempuan itu bermain-main dengan kakeknya menunggu anak perempuan yg tersenyum sambil melambaikan tangan kepada mereka dari dalam kelas di taman kanak-kanak. mereka berlari kecil,tertawa dan aku menitikan air mata”
i miss you, pa eyang :(
bijaksana,tidak banyak bicara,murah senyum,pemikirannya sejalan denganku dan selalu menghargai usahaku.
dia sudah kembali padanya-NYA disaat kami mulai dekat, ia selalu menanyakan padaku tentang kuliahku,yaa satu bulan disaat-saat dia akan pergi.
aku membuka pagar dan terlihat beliau duduk di teras pagi itu sambil membaca koran dan Al-quran disampingnya.aku yg tidak berani bertanya padanya, hanya tersenyum dan mencium tangannya, kemudian hanya sedikit percakapan yg kami lakukan “pesanan pa eyang ada?” “iyaa, inii” sambil memberikan sekantong plastik berisi roti pesananya. beliau melahapnya dengan santai, ya roti isi daging kesukaannya.
entah kenapa aku merasa dekat dengan beliau disaat beliau akan pergi. aku berniat membelikan kue spekuk yg rasanya mungkin beliau suka, tapi sayang toko itu selalu tutup setiap aku melewatinya.
esoknya,
aku ingat ketika akan kerumah beliau,aku menelefonnya dan mengatakan “5 roti isi daging” tak seperti biasanya, beliau dingin.
yaa, ketika aku membuka pagar dia tidak duduk di teras halaman. beliau berbaring dikamarnya. tidak di ruang tamu lg membaca Al-quran..
aku hanya berani meliah beliau dari jendela. 
aku pamit,kemudian pulang.
dua hari kemudian aku datang lagi. tapi roti isi kesukaannya itu masih ada, bersisa dan sudah dihinggapi binatang.
aku, disitu berprasangka tidak baik padanya “apakah dia hanya kasihan terhadapku dan membeli roti itu hanya karena kasihan?”
aku melihatnya lg dari jendela, aku luluh. beliau tersenyum kemudian membaca al-quran kembali.
sore itu papa menjemputku di rumah eyang, “pa eyang sakit” aku hanya melihatnya sekarang dari pintu. sungguh aku tak berdaya melihat kondisinya yg sudah ringkih.
aku pulang, dan papa berkata “papa sedih” matanya sedikit berbinar. ia berkata bahwa tubuh pa eyang sangat lemah. kemudian papa berkata “pa eyang,bangga sama kamu” yaAllah aku sedih saat itu. semoga beliau sembuh.karena aku tahu beliau selalu cepat sembuh.
hari jumat
entah kenapa aku ingin sekali menginap, beliau masih berbaring dikamar sesekali keluar untuk mengambil koran di meja, tidak menunggu di teras.
sore itu aku menonton tv, saat itu iya menghampiriku “teh, kapan pernikahan pangeran william?” “bentar lagi..jam 5 pa eyang” aku besemangat karena ia bertanya, pikirku beliau sudah mulai membaik. kemudian dia tertawa kecil dan kembali ke kamarnya. ya beliau selalu membaca, tahu semua informasi walaupun beliau sedang terbaring sakit.
sabtu pagi
“pa eyang muntah darah” sahut pembantu rumah eyang. aku lemas, dibenakku ada apa ini? bayak pertanyaan spontan muncul dibenakku.
aku mengirimkan pesan kepada mama “ma,pa eyang muntah darah.cepat kesini”
pembantu rumah menghampiriku “neng,kasihin ini ke pa eyang.sama nene suka engga mau” aku mengambil segelas air hangat dari dapur kemudian sambil menahan air mata membuka pintu dan memberikan segelas air hangat tersebut “pa eyang ini” “iya teh simpen aja di meja” beliau tidak seperti orang sakit,masih tersenyum.
seluruh keluarga datang, dan akhirnya dengan paksaan beliau mau dibawa kerumah sakit, beliau diopname.
aku bersama de dhifa tinggal dirumah, aku menengok kamar beliau. “kenapa seperti tidak akan kembali?” kosong.. aku ingin menangis..
koran tergeletak di teras halaman.ruang tamu kosong..
malam itu papa mama menunggu dirumah sakit, aku tak hentinya mengirim pesan pada mereka. papa mama hanya mengatakan “berdoa saja” aku tanyakan lagi “apakah pa eyang bisa sembuh?” aku takut sekali..
minggu siang
aku menengok beliau kerumah sakit bersama sodara kecilku de dhifa, iya tidak seperti sakit. beliau mengajak kami bercanda.. seketika rasa khawatirku hilang. malam itu aku pulang ke rumahku. beberapa saat kemudian sodaraku menelefon, perasaanku tidak enak “teh, pa eyang meninggal” aku lemas,menangis. papa mama pun demikian. kami pergi lagi. aku tak bisa berhenti menangis
aku sayang pa eyang..
sesampainya dirumah sakit beliau terbaring kaku, beliau tersenyum yaAllah..
aku memeluknya,mencium pipinya. ini yg pertama dan terakhir
aku lemas seketika, beliau seorang panutanku pergi..
sekarang tidak ada yang membaca koran lg diteras, mengingatkanku untuk makan, menanyakan kuliahku, mengajakku beragumen.
aku berfikir, aku ingin seperti beliau. pendidik yang dihormati karena kemampuannya bukan karena sikap otoriter yang biasanya di tekankan. aku ingin seperti beliau kaya kesabaran dan kerendahan hati.
beliau diam bukan berarti pendiam, ia hanya tak ingin menyakiti yg lain
senin, pemakaman.
sebenarnya aku berat sekali untuk menginjakan kaki disini. beliau telah tiada. sebenarnya aku masih ingin belajar memaknai hidup.
kini beliau sudah terbaring tenang disana, dan aku berfikir suatu masalah akan timbul setelah ini. ya ini cobaan yang akan kami hadapi dalam keluarga besar kami.
beliau mungkin sudah renta, tidak kuat lagi memberikan suatu pemikirannya yang logis dilawan oleh sebuah ego. beliau sudah sekuat tenaga mempertahankan agar sebuah keluarga tidak akan becah belah.
pusara itu sungguh harum, aku yakin beliau ditempatkan di surga tingkat paling tinggi.
aku tak dapat menahan air mata ini, karena aku sungguh kehilangan, seseorang yang mengajarkanku arti kehidupan walaupun secara tidak langsung, dan semuanya yang membuatku memaknai arti hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar